Minggu, 29 Mei 2011

PERJANJIAN INTERNASIONAL SEBAGAI MODEL HUKUM BAGI PENGATURAN MASYARAKAT GLOBAL (Menuju Konvensi ASEAN Sebagai Upaya Harmonisasi Hukum)

PERJANJIAN INTERNASIONAL SEBAGAI MODEL HUKUM
BAGI PENGATURAN MASYARAKAT GLOBAL
(Menuju Konvensi ASEAN Sebagai Upaya Harmonisasi Hukum)
Oleh
EMAN SUPARMAN
Lektor Kepala Hukum Acara Perdata

Pertama, Menyongsong tibanya era mondialisasi perniagaan dimana batas-batas teritorial suatu negara semakin imajiner, setiap negara tidak terkecuali Indonesia harus menyiapkan berbagai instrumen guna mendukung lancarnya interaksi antar masyarakat dari berbagai kawasan. Sudah barang tentu perangkat norma sebagai salah satu instrumen untuk bidang hukum juga sangat mendesak untuk dipersiapkan secara baik. Hal itu demikian penting, oleh karena dalam
aktivitas perniagaan barang dan jasa yang menjadi ciri utama masyarakat global, jika muncul kasus-kasus sengketa komersial, maka para pelaku niaga menuntut penyelesaian yang serba cepat, tepat, dan sekaligus akurat.
Kedua, Mencermati kemungkinan-kemungkinan sebagaimana\digambarkan di atas, sudah tentu tuntutan dari masyarakat perniagaan adalah sesuatu yang tidak mungkin diabaikan oleh setiap pemerintah negara-negara. Dengan demikian upaya penataan atas berbagai lembaga dan pranata hukum guna menunjang kondisi di atas mendesak untuk dilakukan. Untuk kasus Indonesia. model penataan pranata hukum melalui metode kodifikasi yang selama ini dijalankan acapkali dituding sebagai terlalu lamban, sehingga perangkat kaidah hukum senantiasa tertinggal dari faktanya. Ada sejumlah alasan mengapa penataan kaidah hukum melalui kodifikasi itu demikian? Satu diantaranya adalah karena untuk menyusun satu Undang-undang memerlukan proses panjang dan biaya yang tidak sedikit. Padahal ketika Undang-undang tersebut diundangkan boleh jadi fakta dan tuntutan masyarakat yang dinamis itu sudah sangat berubah dan berbeda.
Ketiga, Atas dasar alasan di atas, bijaksana kiranya manakala model penataan dan pembinaan hukum yang seyogianya dilakukan pemerintah Indonesia tidak semata-mata mengandalkan model kodifikasi. Tindakan ratifikasi atas berbagai perjanjian internasional multilateral maupun pembuatan perjanjian bilateral dengan negara-negara sahabat adalah conditio sine qua non untuk lebih banyak dilakukan Indonesia dalam menyongsong masa-masa mendatang dengan
permasalahan yang semakin kompleks. Perjanjian internasional semacam itu di harapkan lebih akomodatif sebab biasanya substansinya telah secara spesifik mengatur suatu hal tertentu. Dengan demikian pada gilirannya kesepakatan semacam itu akan mampu meminimalisasikan berbagai kesenjangan.
Keempat, Pembuatan perjanjian internasional dengan negara-negara di kawasan ASEAN yang telah dirintis selama ini, agaknya perlu terus dilanjutkan oleh Indonesia. Di samping dalam rangka melakukan upaya harmonisasi kaidah kaidah hukum di antara negara-negara dengan sistem hukum yang berlainan, juga upaya ke arah mewujudkan suatu konvensi ASEAN dalam rangka menanggulangi masalah-masalah hukum bersama sehubungan dengan efektifnya kesepakatan AFTA mendatang. Seandainya model Konvensi ASEAN dapat diwujudkan, maka diharapkan dalam lingkup yang lebih luas juga dapat pula dilakukan. Menyiapkan pemenyusunan Konvensi APEC adalah upaya lain yang lebih luas, karena masalah yang akan muncul dalam kerangka interaksi di antara negara-negara yang berhimpun dalam kesepakatan Asia Pacific Economic Cooperation juga akan sangat kompleks.
Kelima, Apabila upaya-upaya penyeragaman pranata hukum lewat kesepakatan antara negara-negara dalam memecahkan berbagai masalah yang muncul dapat dilakukan melalui cara-cara di atas, maka kesenjangan penyelesaian sengketa disebabkan karena perbedaan sistem hukum, diharapkan akan dapat ditanggulangi. Pada gilirannya tindakan ratifikasi atas perjanjian internasional multilateral atau pembuatan perjanjian bilateral akan mampu menjadi instrumen harmonisasi hukum di antara negara-negara kendati berlainan sistem hukumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar