Jumat, 25 Maret 2011

ASPEK-ASPEK HUKUM KETENAGAKERJAAN DALAM PEMBANGUNAN INDUSTRI PARIWISATA SEBAGAI INDUSTRI GAYA BARU DALAM RANGKA MENCIPTAKAN LAPANGAN KERJA

ASPEK-ASPEK HUKUM KETENAGAKERJAAN DALAM PEMBANGUNAN INDUSTRI PARIWISATA SEBAGAI INDUSTRI GAYA BARU DALAM RANGKA MENCIPTAKAN LAPANGAN KERJA

Atje.Suherman, sarinah

Fakultas Hukum Universitas Padjajaraan

Jl.Dipati Ukur 35 Bandung

Hukum Ketenagakerjaan

Menurut UU No 25 Tahun 1997 tentang ketenagakertaan, yang dimaksud dengan ketenagakeraan itu sendiri adalah segala hal yang berhubungan dengan tenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Jadi hokum tenaga kerja dapat diartikan sebagai peraturan-peraturan yang mengatur tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.

Fungsi Hukum Ketenagakerjaan

Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja, fungsi hukum itu adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Dalam rangka pembangunan, yang dimaksud dengan sarana pembaharuan itu adalah sebagau penyaruh arah kegiatan manusia kearah sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pembangunan ketenagakerjaan pembangunan ketenagakerjaan sebagai saah satu upaya dalam mewujudkan pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur, membina dan mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan tenaga kerja sehngga dapat terpelihara adanya ketertiban untuk mencapai keadilan. Pengaturan, pembinaan dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku dibidang ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai dengan laju perkembangan pembangunan yang semakin pesat sehingga dapat mengntisipasi tuntutan perencanaan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial dan peningkatan perlindungan tenaga kerja.

Industri Pariwisata

Menurut A.G.B. Fisher, industri pada umumnya dapat dikualifikasikan atas tiga golongan yang penting yaitu :

1. Primary Industry seperti pertanian, pertambangan, peternakan dan industri dasar lainnya.

2. Secondary Industry seperti manufacturing, constructions ( pembuatan jembatan, gedung-gedung dan perumahan lainnya ).

3. Tertiary Industry seperti perdagangan, transportasi, akomodasi, komunikasi dan fasilitas pelayanan lainnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan tidak diketemukan istilah industri pariwisata, melainkan istilahnya adalah usaha pariwisata. Menurut undang-undang ini, yang dimaksud dengan usaha pariwisata itu adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut. Sedang yang dimaksud dengan pariwisata itu sendiri adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.

Fungsi industri Pariwisata

Industri pariwisata selain mempunyai fungsi yang penting untuk memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, juga mempunyai fungsi sebagai sarana pendorong bago pembangunan daerah, memperbesar pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta memupuk rasa cinta tanah air, memperkaya kebudayaan nasional dan memantapkan pembinaannya dalam rangka memperkukuh jati diri bangsa dan mempererat persahabatan antar bangsa. Sehubungan dengan itu, perlu adanya langkah-langkah pengaturan yang mampu mewujudkan keterpaduan dalam kegiatan penyelenggaraan kepariwisataan, serta memelihara kelestarian dan mendorong upaya peningkatan mutu lingkungan hidup serta obyek dan daya tarik wisata.

Pentingnya hukum Kepariwisataan dalam industri Pariwisata

\Hukum ketenagakerjaan mempunyai peranan yang sangta penting dalam dunia kepariwisataan, sebagaimana pentingnya tenaga kerja dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu diperlukan adanya hokum ketenagakerjaan yang benar benar merupakan hokum yang hidup di dalam masyarakat ( living law ) sehingga tidak terjadi penghisapan manusia oleh manusia yaitu penghisapan tenaga kerja yang ekonomis lemah oleh pihak yang ekonomis kuat yang dalam hal ini adalah pengusaha. Karena begitu pentingnya peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional, maka diperlukan upaya yang lebih memadai untuk melindungi hak dan kepentingan tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan baik untuk dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa. Untuk mengatur, membina dan mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan tenaga kerja ini, diperlukan adanya hokum ketenagakerjaan yang benar-benar dapat mencerminkan aspirasi tenaga kerja itu sendiri.

Dari data-data hasil penelitian, dapat ditarik hasil kesimpulan sebagai berikut :

1. Perkembangan usaha Kepariwisataan di Provinsi daerah Tingkat I Jawa Barat sangat besar peranannya dalam menampung tenaga kerj. Dari sekian banyak pencari kerja, sebagian dapat disalurkan pada usaha kepariwisataan.

2. Meskipun industri pariwisata besar sekali andilnya bagi pemerintah dalam membuka lapangan kerja, namun masih banyak kendala-kendala yang menghambat kelancaran dunia usaha kepariwisataan baik dari masyarakat pencari kerja maupun dari aparat pemerintah sendiri.

3. Dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut, pemerintah telah berusaha untuk meningkatkan sumber daya manusia baik melalui jalur pendidikan formal maupun jalur latihan kerja.

data selengkapnya dapat diperoleh dari : http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/LEMLIT%20JURNAL%20ASPEK%20HK%20KETENAGAKERJAAN.pdf

Selasa, 15 Maret 2011

apa saja yang mengakibatkan hapusnya suatu perikatan ?

Pembaharuan utang (inovatie)

Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.

Ada tiga macam novasi yaitu :

1) Novasi obyektif, dimana perikatan yang telah ada diganti dengan

perikatan lain. Novasi obyektif dapat terjadi dengan :

- Mengganti atau mengubah isi daripada perikatan. /enggantian perikatan terjadi jika kewajiban debitur atas suatu prestasi tertentu diganti oleh prestasi lain. Misalnya kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu diganti dengan kewajiban untuk menyerahkan sesuatu barang tertentu.

- Mengubah sebab daripada perikatan. Misalnya ganti rugi atas

dasar perbuatan melawan hukum diubah menjadi utang piutang

2) Novasi subyektif pasif, dimana debiturnya diganti oleh debitur lain. Pada novasi subyektif pasif dapat terjadi dua cara penggantian debitur, yaitu :

- Expromissie, dimana debitur semula digati oleh debitur baru, tanpa bantuan debitur semula. Contoh : A (debitur) berutang kepada B (kreditur). B (kreditur) membuat persetujuan dengan C (debitur baru) bahwa C akan menggantikan kedudukan A selaku debitur dan A akan dibebaskan oleh B dari hutangnya.

- Delegatie, dimana terjadi persetujuan antara debitur , kreditur semula dan debitur baru. Tanpa persetujuan dari kreditur, debitur tidak dapat diganti dengan kreditur lainnya. Contoh : A (debitur lama) berutang kepada B (kreditur) dan kemudian A mengajukan C sebagai debitur baru kepada B. Anatar B dan C diadakan persetujuan bahwa C akan melakukan apa yang harus dipenuhi oleh A terhadap B dan A dibebaskan dari kewajibannya oleh B. Novasi subyektif aktif, dimana krediturnya diganti oleh kreditur lain. Novasi subyektif aktif selalu merupakan persetujuan segi tiga, karena debitur perlu mengikatkan dirinya dengan kreditur baru. Juga novasi dapat terjadi secara bersamaan penggantian baik kreditur maupun debitur (double novasi). Contoh : A berutang Rp. 10.000.000,- kepada B dan B berutang kepada C dalam jumlah yang sama. Dengan novasi dapat terjadi bahwa A menjadi berutang kepada C sedangkan A terhadap B dan B terhadap C dibebaskan dari kewajiban-kewajibannya.

Pasal 1414 KUH Perdata menentukan bahwa novasi hanya dapat terjadi antara orang-orang yang cakap untuk membuat perikatan. Penerapan secara hurufiah daripada ketentuan tersebut mengakibatkan bahwa inovasi yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perikatan adalah batal. Akan tetapi sebenarnya pasal tersebut hanya menunjuk kepada syarat umum tentang kecakapan untuk membuat perikatan.

Jadi jika orang yang melakukan novasi tidak cakap untuk membuat perikatan maka novasi tersebut dapat dibatalkan. Selanjutnya pasal 1415 KUH Perdata menentukan bahwa kehendak untuk mengadakan novasi harus tegas ternyata dari perbuatan hukumnya.

c. Akibat-akibat novasi

Menurut pasal 1418 bahwa setelah terjadi delegasi, kreditur tidak dapat menuntut debitur semula, jika debitur baru jatuh pailit. Berlainan halnya jika hak penuntutan itu dipertahankan dalam persetujuan atau jika pada waktu terjadi delegasi, debitur baru ternyata sudah pailit atau dalam keadaan terus-menerus merosot kekayaannya.

Jika telah terjadi novasi subyektif aktif, debitur tidak dapat mengajukan tangkisan-tangkisan terhadap kreditur baru yang ia dapat ajukan terhadap kreditur semula, sekalipun ia tidak mengetahui pada waktu terjadinya novasi akan adanya tangkisan-tangkisan tersebut (pasal 1419 KUH Perdata).

Perjumpaan utang (kompensasi)

Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata). Misalnya A berhutang sebesar Rp. 1.000.000,- dari B dan sebaliknya B berhutang Rp. 600.000,- kepada A. Kedua utang tersebut dikompensasikan untuk Rp. 600.000,- Sehingga A masih mempunyai utang Rp. 400.000,- kepada B.Untuk terjadinya kompensasi undang-undang menentukan oleh Pasal 1427KUH Perdata, yaitu utang tersebut :
- Kedua-duanya berpokok sejumlah uang atau.

- Berpokok sejumlah barang yang dapat dihabiskan. Yang dimaksud dengan barang yang dapat dihabiskan ialah barang yang dapat diganti.

- Kedua-keduanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika.


Pembebasan utang.

Undang-undang tidak memberikan definisi tentang pembebasan utang. Secara sederhana pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.

Menurut pasal 1439 KUH Perdata maka pembebasan utang itu tidak boleh dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat piutang asli secara sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.

Dengan pembebasan utang maka perikatan menjadi hapus. Jika pembebasan utang dilakukan oleh seorang yang tidak cakap untuk membuat perikatan, atau karena ada paksaan, kekeliruan atau penipuan, maka dapat dituntut pembatalan. Pasal 1442 menentukan : (1) pembebasan utang yang diberikan kepada debitur utama, membebaskan para penanggung utang, (2) pembebasan utang yang diberikan kepada penanggung utang, tidak membebaskan debitur utama, (3) pembebasan yang diberikan kepada salah seorang penanggung utang, tidak membebaskan penanggung lainnya.

Musnahnya barang yang terutang

Apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut Pasal 1444 KUH Perdata, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian itu hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Ketentuan ini berpokok pangkal pada Pasal 1237 KUH Perdata menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu kebendaan itu semenjak perikatan dilakukan adalah atas tenggungan kreditur. Kalau kreditur lalai akan menyerahkannya maka semenjak kelalaian-kebendaan adalah tanggungan debitur.

Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.

Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan dapat dibatalkan.

Disebut batal demi hukum karena kebatalannya terjadi berdasarkan undang-undang. Misalnya persetujuan dengan causa tidak halal atau persetujuan jual beli atau hibah antara suami istri adalh batal demi hukum. Batal demi hukum berakibat bahwa perbuatan hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi. Contoh : A menghadiahkan rumah kepada B dengan akta dibawah tangan, maka B tidak menjadi pemilik, karena perbuatan hukum tersebut adalah batal demi hukum. Dapat dibatalkan, baru mempunyai akibat setelah ada putusan hakim yang membatalkan perbuatan tersebut. Sebelu ada putusan, perbuatan hukum yang bersangkutan tetap berlaku. Contoh : A seorang tidak cakap untuk membuat perikatan telah menjual dan menyerahkan rumahnya kepada B dan kerenanya B menjadi pemilik. Akan tetapi kedudukan B belumlah pasti karena wali dari A atau A sendiri setelah cukup umur dapat mengajukan kepada hakim agar jual beli dan penyerahannya dibatalkan. Undang-undang menentukan bahwa perbuata hukum adalah batal demi hukum jika terjadi pelanggaran terhadap syarat yang menyangkut bentuk perbuatan hukum, ketertiban umum atau kesusilaan. Jadi pada umumnya adalah untuk melindungi ketertiban masyarakat. Sedangkan perbuatan hukum dapat dibatalkan, jika undang-undang ingin melindungi seseorang terhadap dirinya sendiri.

Syarat yang membatalkan

Yang dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentun isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal, sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut ”syarat batal”. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu sejak perikatan itu dilahirkan. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan. Lain halnya dengan syarat batal yang dimaksudkan sebagai ketentuan isi perikatan, di sini justru dipenuhinya syarat batal itu, perjanjian menjadi batal dalam arti berakhir atau berhenti atau hapus. Tetapi akibatnya tidak sama dengan syarat batal yang bersifat obyektif. Dipenuhinya syarat batal, perikatan menjadi batal, dan pemulihan tidak berlaku surut, melainkan hanya terbatas pada sejak dipenuhinya syarat itu.


Kedaluwarsa

Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau waktu tertentu seperti yang ditetapkan dalam undang-undang, maka perikatan hapus.

Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam

lampau waktu, yaitu :

(1). Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang, disebut

acquisitive prescription”;

(2). Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan

dari

tuntutan, disebut ”extinctive prescription”; Istilah ”lampau waktu” adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa belanda ”verjaring”. Ada juga terjemaha lain yaitu ”daluwarsa”. Kedua istilah terjemahan tersebut dapat dipakai, hanya saja istilah daluwarsa lebih singkat dan praktis.

sumber : http://www.scribd.com/doc/16733475/Hukum-Perikatan#


UU vs HUKUM KEBIASAAN

Undang – Undang

Undang –undang adalah : Suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.

Undang undang adalah produk daripada pembentukan Undang- Undang yang terdiri dari Presisen dan DPR. Sistem pembuatan Undang-Undang yaitu sistem umum dan sistem lengkap. Sistem Umum adalah sistem penyusunan daripada Undang-Undang dengan mengisi pokok-pokoknya saja. Sistem lengkap adalah Undand- Undang oleh pembuatnya diisi oleh pasal yang lengkap, terperinci, jelas dan lebih banyak mengarah ke hukum dalam bentuk kodifikasi.

Undang- Undang dalam arti Formil dan Materil :

Dalam arti Formil :

Keputusan penguasa yang diberi nama Undang- Undang / UU yang dilihat dari segi bentuknya. Undang-Undangnya ini dibuat serta dikeluarkan oleh Badan Perundang-undangan yang berwenang dan dari segi bentuknya dapat disebut undang-undang.

Dalam arti Materil :

· Penetapan yang diikuti penetapan kaidah hukum yang disebutkan dengan tegas.

· Semua peraturan perundangan bersifat mengatur/ berlaku untuk umum.

· Keputusan penguasa yang dilihat dari segi isi mempunyai kekuatan mengikat untuk umum.

Hukum kebiasaan

Kebiasaan adalah:

Tindakan menurut pola tingkah laku yang tetap, lazim, normal, /adat dalam masyarakat atau pergaulan hidup tertentu.

Kebiasaan juga dapat diartikan :

Suatu perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang mengenai hal tingkah laku kebiasaan yang diterima oleh suatu masyarakat yang selalu dilakukan oleh orang lain sedemikian rupa sehingga masyarakat beranggapan bahwa memang harus berlaku demikian.

Syarat timbulnya Kebiasaan :

1. Syarat materil : Adanya perbuatan tingkah laku, yang dilakukan

berulang- ulang di dalam masyarakat tertentu.

2. Syarat Intelektual : Adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang

bersangkutan.

3. Adanya akibat hukum bila hukum itu dilanggar.

Hukum Kebiasaan adalah :

Himpunan kaidah-kaidah yang biarpun tidak ditentukan oleh badan-badan perundand-undangan dalam kenyataannya ditaati juga. Karena orang sanggup menerima kaidah-kaidah itu sebagai hukum dan ternyata kaidah-kaidah tersebut dipertahankan oleh penguasa-penguasa masyarakat yang tidak termasuk hubungan badan-badan perundang-undangan.

Supaya hukum kebiasaan ditaati ada 2 syarat yaitu :

1. Suatu perbuatan yang tetap dilakukan orang.

2. Keyakinan bahwa perbuatan itu harus dilakukan karena telah merupakan kewajiban.

Kelemahan Hukum kebiasaan :

    1. Bahwa hukum kebiasaan mempunyai kelemahan yatu bersifat tidak tertulis oleh karenanya tidak dapat dirumuskan secara dan pada umumnya sukar menggantinya.
    2. Tidak menjamin kepastian hukum dan sering menyulitkan beracara karena bentuk kebiasaan mempunyai sifat beraneka ragam.

Persamaan Undang- Undang dan Hukum Kebiasaan adalah :

v Kedua-duanya merupakan penegasan pandangan hukum yang terdapat dalam masyarakat.

v Kedua-duanya perumusan kesadaran hukum suatu bangsa.

Sedangkan Perbedaan Undang-Undang dan Hukum adalah :

v Undang –Undang keputusan pemerintah yang dibebankan kepada orang,subyek hukum. Sedangkan kebiasaan merupakan peraturan yang timbul dari pergaulan.

v Undang-Undang lebih menjamin kepastian hukum daripada kebiasaan. Sedangkan kebiasaan hanya sebagai pelengkap.

ref : blog.unila.ac.id/vadilas/files/.../PENGANTAR-ILMU-HUKUM.doc

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab1-pengertian_dan_tujuan_hukum.pdf

OBYEK HUKUM

OBYEK HUKUM

2.1 Pengertian Obyek Hukum

Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.

2.2 Jenis Obyek Hukum

Kemudian berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).

2.2.1 Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)

Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, meliputi :

  1. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.

Dibedakan menjadi sebagai berikut :

  • Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
  • Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
  1. Benda tidak bergerak

Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :

  • Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
  • Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
  • Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.

Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal yakni :

  1. Pemilikan (Bezit)

Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.

  1. Penyerahan (Levering)

Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.

  1. Daluwarsa (Verjaring)

Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.

  1. Pembebanan (Bezwaring)

Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.

2.2.2 Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)

Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.


referensi : http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab1-pengertian_dan_tujuan_hukum.pdf

http://prabugomong.wordpress.com/2010/09/19/hukum-dari-wikipedia-bahasa-indonesia-ensiklopedia-bebas/

EKONOMI dan HUKUM EKONOMI

PENGERTIAN EKONOMI

Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan

Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan.

Kata "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.

Menurut M. Manulang, ilmu ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai kemakmuran (kemakmuran suatu keadaan dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya, baik barang maupun jasa).

Adam Smith sering disebut sebagai yang pertama mengembangkan ilmu ekonomi pada abad 18 sebagai satu cabang tersendiri dalam ilmu pengetahuan. Melalui karya besarnya Wealth of Nations, Smith mencoba mencari tahu sejarah perkembangan negara-negara di Eropa. Sebagai seorang ekonom, Smith tidak melupakan akar moralitasnya terutamayang tertuang dalam The Theory of Moral Sentiments.

PENGERTIAN HUKUM EKONOMI

Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyara kat.

Menurut Sunaryati Hartono, hokum ekonomi adalah penjabaran hokum ekonomi pembangunan dan hokum ekonomi social, sehingga hokum ekonomi tersebut mempunyai dua aspek yaitu :

1. Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi

2. Aspek pengaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata di antara seluruh lapisan masyarakat.

Hukum ekonomi dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Hukum ekonomi pembangunan, adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hokum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.

2. Hukum ekonomi social, adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hokum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia.

Sementara itu, hokum Indonesia menganut asas sebagai berikut :

1. Asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME,

2. Asas manfaat,

3. Asas demokrasi Pancasila,

4. Asas adil dan merata,

5. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan,

6. Asas hukum,

7. Asas kemandirian,

8. Asas keuangan,

9. Asas ilmu pengetahuan,

10. Asas kebersamaan, kekeluargaan, keseimbangan, dan kesinambungan dalam kemakmuran rakyat,

11. Asas pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, dan

12. Asas kemandirian yang berwawasan kenegaraan.

Contoh hukum ekonomi :

1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.

2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.

3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.



referensi :

kondifikasi hukum

Kondifikasi Hukum

Adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertulis dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.

Tujuan kodifikasi hukum adalah agar didapat suatu rechtseenheid ( kesatuan hukum ) dan suatu rechts-zakerheid ( kepastian hukum).

Ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu ;

1. Kodifikasi terbuka

kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan tambahan diluar induk kondifikasi. Pertama atau semula maksudnya induk permasalahannya sejauh yang dapat dimasukkan ke dalam suatu buku kumpulan peraturan yang sistematis,tetapi diluar kumpulan peraturan itu isinya menyangkut permasalahan di luar kumpulan peraturan itu isinya menyangkut permasalahan – permasalahan dalam kumpulan peraturan pertama tersebut. Hal ini dilakukan berdasarkan atas kehendak perkembangan hukum itu sendiri sistem ini mempunyai kebaikan ialah;

Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat & hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan “.

2. Kodifikasi tertutup

Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.Dulu kodifikasi tertutup masih bisa dilaksanakan bahkan tentang bidang suatu hukum lengkap dan perkasanya perubahan kehendak masyarakat mengenai suatu bidang hukum agak lambat. Sekarang nyatanya kepeningan hukum mendesak agar dimana-mana yang dilakukan adalah Kodifikasi Terbuka.

Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:
a. Jenis-jenis hukum tertentu
b. Sistematis
c. Lengkap

Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk memperoleh:
a. Kepastian hukum
b. Penyederhanaan hukum
c. Kesatuan hokum

Dari segi bentuknya hukum di bagi dua,

1. Hukum tertulis :UUD, TAP MPR, UU

2. Hukum tak tertulis : Hukum Adat, norma dan nilai.

sumber :