Minggu, 29 Mei 2011

MASALAH-MASALAH HUKUM DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

MASALAH-MASALAH HUKUM DALAM PELAKSANAAN
OTONOMI DAERAH
Oleh :
PROF.DR.SOLLY LUBIS, S.H.

Semenjak lahirnya Negara Kesatuan R.I. tahun 1945 Otonomi Daerah telah menjiwai ketatanegaraan Indonesia (ps. 18 UUD 1945). Bukti realitasnya beberapa UU tentang Pemerintahan Daerah berotonomi telah diterbitkan, menyusul dan berorientasi kepada perkembangan sosial politik yang terjadi di wilayah dan daerah-daerah di Indonesia dalam kurun waktu 5 (lima) dekade, yang terdiri dari:
- UU No. 1 Tahun 1945, tentang Komite Nasional Daerah,
- UU No. 22 Tahun 1948, Undang-Undang Pokok tentang Pemerintahan Daera h,
- UU No. 1 Tahun 1957, tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah,
- UU No. 18 Tahun 1965, tantang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah,
- Tap MPRS No. XXI Tahun 1966, tentang pemberian otonomi seluas-luasnya Kepada Daerah, (tetapi tidak pernah ditindak lanjuti oleh rejim Orde Baru),
- UU No. 5 Tahun 1974, tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah,
- Tap MPR No. XV Tahun 1998,
- UU No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah,
- UU No. 25 Tahun 1999, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah.
Pasal 33 UUD 1945 yang memberikan pesan dan amanat kebijakan (political messages) mengenai format perekonomian nasional (disusun sebagai usaha bersama diantara semua aktor ekonomi) berdasarkan asas kekeluargaan (brotherhood, bukan family relationship), buKan gronyisme juga amanat supaya kekayaan alam tanah air ini dikelola dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (bukan secara oligarkis dan kroniisme), Bahkan supaya fakir miskin dan yatim piatu sebagai kaum lemah beserta kaum-kaum lemah lainnya, terutama dalam hal kehidupan sehari-hari. Juga dalam hukum pemerintahan dan kesempatan kerja dan berusaha, ternyata tidak konsekwen dan konsisten dijadikan sebagai acuan dan referensi konsitusional dalam praktek, kecuali lebih banyak retorika politis lewat GBHN.
Pada hakekatnya, deviasi dan penyimpangan konstitusional yang terjadi selama inilah yang harus dilempangkan supaya kembali ke koridor semestinya. Maka kasus Indonesia ini sebenarnya, ialah satu upaya besar rekonstitusionalisasi dalam rangka mencari format konsititusionalisme yang baru bagi bangsa ini. Menurut hemat dan prediksi saya selama masalah dan kepentingan yang standar dan prinsipal ini belum terpecahkan dan terselesaikan, maka sistem politik dan sistem perekonomian berikut sistem dan sub-sub sistem lainnya tidak akan kunjung mendapat format dan profilnya yang baru yang dinilai memenuhi keinginan masyarakat banyak dan luas.
Dasar hukum untuk kewenangan daerah (Kabupaten dan Kota) mengenai “Pertanahan” ialah pada pasal ii UU No. 22 tahun 1999. Pasal 11 ayat (2) : Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industeri, dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. Dalam penjelasan resmi pasal 1 ayat (2) ini dikatakan : Tanpa mengurangi arti dan pentingnya prakarsa daerah dalam penyelenggaraan melaksanakan kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu menurut pasal ini, sesuai dengan kondisi Daerah masing-masing, dan merupakan kewenangan yang
wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak dapat dialihkan Daerah Propinsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar