Krisis yang dialami oleh bank ini dimulai pada tahun 2008, pada saat bank tersebut mengalami kesulitan likuiditas, yang disebabkan nasabah-nasabah besar bank tersebut menarik dananya, tetapi tidak semuanya bisa terlaksana, sehingga dapat menimbulkan rush, hal ini juga diperkuat oleh Gubernur Bank Indonesia saat itu, yaitu Boediono yang menyatakan bahwa Bank Century kalah kliring atau tidak bisa membayar dana permintaan dari nasabah.
Pada tanggal 20 Nopember 2008, berdasarkan Surat No. 10/232/GBI/Rahasia, Bank Indonesia menetapkan PT Bank Century Tbk sebagai Bank Gagal yang ditengarai berdampak sistemik. Oliver de Brandt dan Philippe Heartman (2000) dalam kertas kerja yang diterbitkan oleh Bank Sentral Eropa (Working Paper Nomor 35/2000) menyebutkan dampak atau risiko penutupan suatu bank atau lembaga keuangan dikatakan sistemik jika berita buruk atau berita tentang penutupan tersebut menyeret bank atau lembaga keuangan lain ikut terpuruk. Jadi misalnya ada sebuah bank ditutup maka hal tersebut memancing pemilik simpanan atau deposan menarik dananya sehingga bank-bank lain tersebut kesulitan likuiditas dan akhirnya ikut bangkrut. Sebenarnya dalam draft UU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) Pasal 7 sudah dicantumkan lima aspek yang bisa digunakan untuk menilai apakah ditutupnya sebuah bank menimbulkan dampak sistemik atau tidak. Kelima aspek tersebut adalah institusi keuangan, pasar keuangan, sistem pembayaran, sektor riil, dan psikologi pasar. Kelima aspek itu yang menurut situs resmi BI dipakai untuk memutuskan bahwa pentupan Bank Century berdampak sistemik. Sayangnya UU JPSK tersebut sampai saat ini belum disahkan justru karena pasal tentang risiko sistemik ini. Sayangnya pula penjelasan pasal tersebut belum disertai ukuran-ukuran kuantitatif yang pasti.
Kemudian, Bank Indonesia menggelar rapat konsulitasi melalui telekonferensi dengan Menteri Keungan Sri Mulyani, yang tengah mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang G-20 di Washington, Amerika Serikat. Setelah itu, Bank Indonesia menyampaikan surat kepada Menkeu tentang Penetapan Status Bank Gagal pada Bank Century dan menyatakan perlunya penanganan lebih lanjut.
Selaku Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan, Sri Mulyani langsung menggelar rapat untuk membahas nasib Bank Century. Dalam rapat tersebut, Bank Indonesia melalui data per 31 Oktober 2008 mengumumkan bahwa rasio kecukupan modal atau CAR Bank Century minus hingga 3,52 persen. Lalu diputuskan yaitu guna menambah kebutuhan modal untuk menaikkan CAR menjadi 8 persen adalah sebesar Rp 632 miliar. Rapat tersebut juga membahas apakah akan timbul dampak sistemik jika Bank Century dilikuidasi dan menyerahkan Bank Century kepada lembaga penjamin.
Pada tanggal 23 November 2008 Lembaga penjamin langsung mengucurkan dana Rp 2,776 triliun kepada Bank Century. Bank Indonesia menilai CAR sebesar 8 persen dibutuhkan dana sebesar Rp 2,655 triliun. Dalam peraturan lembaga penjamin, dikatakan bahwa lembaga dapat menambah modal sehingga CAR bisa mencapai 10 persen, yaitu Rp 2,776 triliun. Sedangkan pada saat itu, nasabah menarik dana dari Bank Century sebesar 5.67 Triliun rupiah. Pada Desember 2008, Lembaga penjamin mengucurkan untuk kedua kalinya sebesar Rp 2,201 triliun. Dana tersebut dikucurkan dengan alasan untuk memenuhi ketentuan tingkat kesehatan bank. Dan pada 3 Februari 2009, Lembaga penjamin mengucurkan lagi Rp 1,55 triliun untuk menutupi kebutuhan CAR berdasarkan hasil assesment Bank Indonesia, atas perhitungan direksi Bank Century.
Pada 21 Juli 2009, Lembaga penjamin (LPS) mengucurkan lagi Rp 630 miliar untuk menutupi kebutuhan CAR Bank Century. Keputusan tersebut juga berdasarkan hasil assesment Bank
Pada 27 Agustus 2009, Dewan Perwakilan Rakyat memanggil Menkeu Sri Mulyani, Bank Indonesia dan lembaga penjamin untuk menjelaskan membengkaknya suntikan modal hingga Rp 6,7 triliun. Padahal menurut DPR, awalnya pemerintah hanya meminta persetujuan Rp 1,3 triliun untuk Bank Century, dalam rapat tersebut Sri Mulyani kembali menegaskan bahwa jika Bank Century ditutup akan berdampak sistemik pada perbankan Indonesia.