Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain.
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan. System perekonomian ada beberapa macam. yang pertama Sistem Perekonomian Kapitalisme, yang kedua Sistem Perekonomian Sosialisme, yang ketiga Sistem Perekonomian komunisme, yang keempat Sistem Ekonomi Merkantilisme, dan yang kelima Sistem Perekonomian Fasisme
Sektor non riil atau sektor moneter secara garis besar dapat dibagi dalam dua katagori yakni pasar uang dan pasar modal. Pasar uang adalah bertemunya permintaan dan penawaran terhadap mata uang lokal dan asing atau dengan kata lain pasar yang memperdagangkan valas, sedangkan pasar modal adalah transaksi modal antara pihak penyedia modal (investor) dengan pihak yang memerlukan modal (pengusaha) dengan menggunakan instrumen saham, obligasi, Reksa Dana dan instrumen turunannya (derivatif instrument).
Pada masa sekarang arus uang dan modal jarang dihubungkan dengan keperluan transaksi perdagangan internasional dan kebutuhan modal untuk investasi jangka panjang. Tetapi perekonomian konvensional melihat pasar uang dan pasar modal sebagai sarana investasi jangka pendek yang bersifat spekulatif guna mendapatkan keuntungan (gain) yang cepat dan besar.[1]
Khusus mengenai pasar modal, dunia internasional di awal abad millenium ini dikejutkan oleh skandal keuangan besar-besaran yang menimpa perusahaan-perusahaan raksasa Amerika Serikat mulai dari Enron, WorldCom, AOL, Walt Disney, Vivendi Universal, Merck, Global Crossing, Xeroc, Tyco, yang melibatkan lembaga investment bank seperti CSFB, JP Morgan, dan Merrill Lycnh, dan tentu saja tidak lepas dari peranan kantor akuntan publik yang sebelumnya mengaudit perusahaan-perusahaan tersebut.
Terbongkarnya skandal keuangan tersebut membuat pasar modal Amerika meradang. Harga saham di Wall Street langsung berjatuhan. Indeks Dow Jones yang sebelum terjadinya skandal berada di atas level 10.000 sempat anjlok ke titik terendah 7.702 selama lima tahun terakhir. Kehancuran harga saham di Wall Street segera menjalar ke bursa dunia lainnya. Indeks CAC Paris, DAX Frankfurt, Nikkei Tokyo, termasuk IHSG Jakarta, dan yang lain-lainnya mengalami kemerosotan tajam.[2]
Anjloknya harga saham di Wall Street menyebabkan jutaan orang kehilangan dana pensiun dan tabungannya.[3] Sementara terbongkarnya skandal tersebut yang berdampak kepada kemerosotan ekonomi AS menyebabkan puluhan ribu orang kehilangan pekerjaan.
Di tengah kemerosotan, skandal dan resiko yang menimpa pasar modal konvensional tersebut, kini dunia mulai melirik Sistem Ekonomi Islam sebagai solusi alternatif. Didahului oleh pendirian bank syariah dan lembaga asuransi syariah di negeri-negeri Islam termasuk di Barat sendiri, kini upaya untuk menerapkan dan mensosialisaikan pasar modal syariah semakin gencar.
Pada 14 Maret 2003 yang lalu, pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan Boediono, Bapepam dan MUI secara resmi meluncurkan pasar modal syariah.[4] Sebelumnya pada tahun 2000 PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) bekerjasama dengan PT Danareksa Investment Management (DIM) telah meluncurkan Jakarta Islamic Index,[5] sementara itu Reksa Dana Syariah pertama sudah ada pada tahun 1997, serta diterbitkannya Obligasi Syariah Mudharabah Indosat pada tahun 2002.[6] Yang lebih menarik lagi, di pusat keuangan Kapitalis dunia Wall Street, Dow Jones pada Februari 1999 telah meluncurkan Dow Jones Islamic Market Indexes (DJIMI).[7] Perkembangan tersebut disambut gembira oleh banyak pihak.
Sangat menarik untuk mencermati kemungkinan Indonesia menjadi Hub/atau Pusat Keuangan Syariah Asia Tenggara pada 2012 sebagaimana diprediksi beberapa pakar ekonomi Islam pada harian Republika edisi 18 April 2008 lalu. Apresiasi ini muncul setelah ada pengesahan UU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang menjadi landasan penerbitan sukuk Negara ditambah lagi dengan keluarnya Undang-Undang Perbankan Syariah yang disyahkan oleh DPR-RI pada hari Selasa, 17 Juni 2008. Sehingga dapat menaungi para pemain Industri Syariah yang diharapkan akan semakin banyak baik dari sektor Riil (Perbankan) maupun dari sektor Non Riil (Pasar Uang dan Modal). Dimana pasar modal,pasar uang dan sektor perbankan merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya dalam suatu Sistem Keuangan (Finansial)